DPR Mengusulkan Kepada Menpar Untuk Mendorong Prabowo Menggunakan Danantara Dalam Promosi Pariwisata

Kamis, 13 Maret 2025

    Bagikan:
Penulis: Ava Grace
(Firda Cynthia Anggrainy Al Djokya/detikcom)

Badan promosi pariwisata Indonesia dianggap tidak efektif oleh anggota DPR karena kurangnya anggaran. Ketidakadaan badan promosi ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama mengapa pariwisata Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyatakan bahwa RUU Kepariwisataan perlu mengalami perbaikan mendasar agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.

Pemerintah dan DPR saat ini sedang mempercepat pembahasan RUU Kepariwisataan yang harus disetujui tahun ini sesuai dengan prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2025.

Salah satu hal yang menjadi perhatian Evita adalah mengenai Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) dalam revisi RUU Kepariwisataan. Evita berpendapat bahwa penghapusan badan ini karena alasan kekurangan anggaran akan bertentangan dengan kebutuhan promosi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia.

Saya sebelumnya terlibat dalam sektor pariwisata dan menyadari bahwa BPPI sudah ada, namun tidak berfungsi. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hal ini terjadi. Penyebabnya adalah karena pemerintah tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk itu. Kita semua tahu bahwa pemerintah Singapura memberikan anggaran yang besar untuk Singapore Tourism, begitu pula dengan pemerintah Malaysia untuk Malaysia Tourism. Kita bisa bertanya kepada Ibu mengenai sumber pendanaan pariwisata mereka, dan jawabannya pasti berasal dari pemerintah, jelasnya.

Evita mengusulkan kepada Menteri Pariwisata Widiyanti Putri untuk meyakinkan Presiden Prabowo Subianto agar dana dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dapat digunakan sebagai sumber pendanaan untuk badan promosi pariwisata, mengingat pariwisata memberikan kontribusi devisa yang signifikan bagi Indonesia.

"Di mana pemerintah dapat mencari dana ini? Efisiensi anggaran adalah kuncinya, bukan? Namun, Pak Erik Thohir (Menteri BUMN) menyatakan kepada Presiden bahwa ada Rp 300 triliun. Benar, dari BUMN ada Rp 200 triliun yang diserahkan, dan Rp 100 triliun dikembalikan kepada BUMN sebagai modal kerja. Mengapa Ibu tidak bisa melakukan hal serupa dengan menjelaskan kepada Presiden betapa besar pemasukan dari sektor pariwisata, yang mencapai Rp 317 triliun? Sangat aneh jika kita tidak bisa melakukan promosi pariwisata," ungkap Evita.

Menurut Evita, Kementerian Pemuda dan Olahraga juga memiliki badan yang dibiayai oleh pemerintah. Oleh karena itu, pendekatan yang sama dapat diterapkan untuk Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

"Baru-baru ini, Pak Ketua (Ketua Komisi VII DPR) menyebutkan bahwa Menpora memiliki badan yang juga dibiayai dari satu sumber. Mari kita cari solusi bersama, Bu, mengenai hal ini. Saat ini ada Danantara untuk investasi pariwisata, yang merupakan langkah penting dalam mengatasi masalah pendanaan yang selama ini ada," tuturnya.

Kunjungan wisatawan asing ke Indonesia masih jauh di belakang negara-negara tetangga. Tahun lalu, Thailand mencatatkan 35 juta kunjungan wisatawan asing, Malaysia 25 juta, sedangkan Indonesia hanya mencapai 13 juta kunjungan.

"Jika Ibu tetap ingin mempertahankan Undang-Undang Pariwisata yang ada saat ini tanpa melakukan perubahan untuk menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan potensi yang ada, maka tidak perlu ada perubahan pada Undang-Undang Pariwisata ini. Kita perlu memikirkan bagaimana kita dapat bersaing dengan negara-negara tetangga. Jika kita merasa bahwa undang-undang yang ada saat ini justru menghambat perkembangan pariwisata, mari kita lakukan perubahan. Kita semua tahu bahwa pariwisata tidak akan berarti tanpa adanya promosi yang efektif," ungkapnya.

(Ava Grace)

Baca Juga: Jelajahi Pesona Chubu: Panduan Wisata 7 Hari Di Jepang Tengah
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.