GIPI Berpendapat Bahwa Larangan Terhadap "study Tour" Di Sekolah Dapat Berdampak Negatif Pada Sektor Pariwisata

Sabtu, 22 Maret 2025

    Bagikan:
  • " target="_blank">
Penulis: Ava Grace
(ANTARA/Pamela Sakina)

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani, menyatakan bahwa kebijakan pelarangan karyawisata atau study tour yang diterapkan oleh beberapa pemerintah daerah dapat berdampak negatif bagi industri pariwisata.

“Jika yang dianggap salah adalah operator transportasi darat yang dikenakan sanksi, seharusnya bukan program study tour yang menjadi masalah,” ungkap Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta pada hari Sabtu.

Akhir-akhir ini, sejumlah pemerintah daerah, termasuk Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, telah mengeluarkan kebijakan yang melarang pelaksanaan karyawisata untuk siswa sekolah.

Langkah ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk isu keselamatan dan efektivitas proses pembelajaran, seiring dengan meningkatnya jumlah kecelakaan yang melibatkan rombongan karyawisata.

Namun, Hariyadi berpendapat bahwa kebijakan ini tidak tepat.

Ia menjelaskan bahwa jika keselamatan menjadi perhatian utama, maka yang perlu diperbaiki adalah aspek transportasi, bukan dengan melarang kegiatan wisata sekolah.

Menurutnya, kebijakan terkait karyawisata seharusnya disesuaikan kembali dengan program sekolah dan kemampuan siswa. Ia berargumen bahwa jika sekolah ingin mengadakan karyawisata ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri, seharusnya tidak ada larangan yang diberlakukan.

Hariyadi juga meminta agar kepala daerah yang telah mengeluarkan kebijakan ini untuk mempertimbangkan kembali dan mencabut larangan tersebut, karena ia berpendapat bahwa kebijakan itu justru tidak menyelesaikan masalah yang ada.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) Ateng Aryono menyatakan bahwa sektor pariwisata selalu mengutamakan kenyamanan, dan masalah keselamatan dalam transportasi harus ditangani dengan pendekatan yang lebih komprehensif.

Meskipun keselamatan telah menjadi elemen yang terintegrasi dalam setiap aspek operasional transportasi, baik darat, laut, maupun udara, beberapa operator transportasi yang tidak bertanggung jawab sering kali mengabaikan standar keselamatan demi menekan biaya dan meraih keuntungan yang lebih besar.

"Strategi kompetitif mereka umumnya berfokus pada harga, dan untuk mencapai itu, mereka cenderung menurunkan harga serendah mungkin, yang pada akhirnya mengakibatkan pengabaian dalam beberapa aspek keselamatan," ungkap Ateng.

"Namun, ada banyak operator yang benar-benar memiliki izin dan menjalankan semua perizinan terkait angkutan yang layak jalan dengan baik," tambahnya.

Ateng menekankan pentingnya lembaga pemberi izin untuk melakukan pengawasan dan inspeksi yang ketat terhadap operator transportasi pariwisata. Keselamatan harus menjadi prioritas utama dan bagian dari budaya operasional.

Ia berharap semua pihak terkait dapat mempertimbangkan kembali dan memperbaiki sistem untuk meminimalkan kecelakaan serta mendukung pertumbuhan industri pariwisata.

(Ava Grace)

Baca Juga: Jelajahi Pesona Chubu: Panduan Wisata 7 Hari Di Jepang Tengah
Tag

    Bagikan:
  • " target="_blank">

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.