Ponorogo, Kota Reog yang Dikukuhkan sebagai Kota Kreatif Dunia oleh UNESCO

Kamis, 04 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Ava Grace
Pengakuan UNESCO merupakan mahkota atas konsistensi Ponorogo dalam melestarikan, mengembangkan, dan menduniakan kesenian Reog serta berbagai kerajinan tradisionalnya yang khas. (Deny Prastyo Utomo/detikcom)

Ponorogo, Jawa Timur - Kabupaten yang dikenal sebagai bumi Reog ini telah menorehkan prestasi gemilang di panggung internasional. UNESCO secara resmi mengukuhkan Ponorogo sebagai Kota Kreatif Dunia (UNESCO Creative City) dalam kategori Seni Rakyat dan Kerajinan Tradisional. Penetapan ini bukan hanya sekadar penghargaan simbolis, tetapi merupakan pengakuan mendalam terhadap upaya kolektif masyarakat dan pemerintah Ponorogo dalam menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan Reog Ponorogo serta berbagai bentuk ekspresi kreatif tradisional lainnya sebagai living heritage yang dinamis.

Jalan menuju pengakuan internasional ini panjang dan penuh dedikasi. Pemerintah Kabupaten Ponorogo, bersama dengan para seniman, pelaku budaya, dan komunitas, secara sistematis menyusun dossier aplikasi yang komprehensif untuk diajukan ke UNESCO. Dossier tersebut tidak hanya memaparkan keunikan dan nilai filosofis Reog, tetapi juga mendokumentasikan strategi pembangunan berkelanjutan berbasis kreativitas yang telah dan akan terus dijalankan, dengan Reog sebagai poros utamanya. Keberhasilan ini adalah buah dari kerja keras bertahun-tahun.

Reog Ponorogo sendiri telah lama menjadi ikon budaya yang mendunia. Pertunjukan yang penuh magis, menyatukan seni tari, musik, dan spiritualitas ini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2013. Kekuatan Reog terletak pada kemampuannya merepresentasikan nilai-nilai keberanian, spiritualitas, dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Topeng besar Singa Barong (dadak merak) yang beratnya bisa mencapai puluhan kilogram, ditopang hanya dengan gigi penari, adalah metafora yang powerful tentang kekuatan mental dan fisik.

Sebagai Kota Kreatif Dunia, Ponorogo tidak berhenti pada Reog semata. Gelar ini juga mengapresiasi ekosistem kreatif lain yang hidup subur di daerah ini. Kerajinan tradisional seperti pembuatan keris (empu), batik khas Ponorogo (batik sawat, batik muklie), tenun, serta ukir-ukiran kayu dan logam turut memperkaya lanskap kreatif kota. Industri kreatif ini telah menjadi penopang ekonomi bagi banyak keluarga, melestarikan kearifan lokal sekaligus beradaptasi dengan pasar modern.

Dampak langsung dari pengakuan UNESCO ini diperkirakan akan sangat signifikan. Ponorogo akan masuk dalam jaringan 350 kota kreatif dunia, membuka peluang kolaborasi internasional, pertukaran budaya, dan peningkatan kapasitas bagi pelaku kreatif lokal. Branding "Kota Kreatif Dunia" akan menjadi magnet bagi pariwisata budaya, menarik lebih banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang ingin mengalami langsung kekayaan budaya Ponorogo, sekaligus mendongkrak perekonomian daerah.

Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah menyiapkan sejumlah agenda strategis pasca-penghargaan. Fokusnya adalah pada penguatan ekonomi kreatif berbasis komunitas, pendidikan budaya sejak dini di sekolah-sekolah, pembangunan infrastruktur pendukung seperti pusat pelatihan dan galeri seni, serta digitalisasi konten budaya untuk menjangkau audiens global. Semua ini bertujuan memastikan bahwa gelar prestisius ini membawa manfaat nyata dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

Predikat Kota Kreatif Dunia juga membawa tanggung jawab besar. Ponorogo kini menjadi contoh dan inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia dalam mengelola warisan budaya sebagai modal pembangunan. Keberhasilan Ponorogo membuktikan bahwa identitas budaya yang kuat, ketika dikelola dengan visi yang jelas dan partisipasi masyarakat, dapat menjadi engine of growth yang tangguh di era globalisasi.

Pada akhirnya, pengukuhan Ponorogo sebagai Kota Kreatif Dunia oleh UNESCO adalah puncak gunung es dari sebuah perjalanan budaya yang telah berlangsung berabad-abad. Ini adalah pengakuan bahwa di timur Jawa, terdapat sebuah kota yang dengan gigih menjaga api kreativitas nenek moyangnya, sekaligus berani membawanya ke pentas dunia. Reog bukan lagi sekadar tarian, tetapi telah menjadi simbol resilience dan kreativitas suatu bangsa, dengan Ponorogo sebagai ibu kotanya yang baru diakui dunia.

(Ava Grace)

Baca Juga: Mandalika KORPRI Fun Night Run 2025: 12 Ribu Pelari Ramaikan Sirkuit Ikonik
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.