Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi bahwa tidak akan ada moratorium terhadap smelter nikel pirometalurgi, khususnya yang menggunakan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF). Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan terhadap isu gangguan produksi di smelter nikel pirometalurgi milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), yang disebabkan oleh kolapsnya perusahaan induknya, Jiangsu Delong Nickel Industry Co di China, akibat gagal bayar utang. Sejumlah ahli berpendapat bahwa permasalahan yang dihadapi oleh fasilitas PT GNI, yang merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) dalam sektor hilirisasi nikel, merupakan dampak dari meningkatnya persaingan di industri smelter nikel pirometalurgi. “Sampai saat ini belum ada [moratorium],” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, saat ditemui di Kompleks Parlemen, sebagaimana dikutip pada Kamis (27/2/2025). Pemerintah, menurut Tri, akan memaksimalkan produk turunan nikel melalui inisiatif hilirisasi. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pemisahan antara smelter yang telah jenuh dan yang masih memiliki kapasitas. Dia menekankan bahwa tujuan awal dari hilirisasi adalah agar smelter dapat memproduksi barang hingga tingkat hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk. Namun, hingga saat ini, pelaksanaannya belum mencapai hasil yang optimal. "Sampai sekarang, pelaksanaannya masih belum optimal. Diharapkan ada pengembangan lebih lanjut di sektor hilir, agar dampaknya bisa lebih baik," ungkap Tri. "Sedang dalam proses evaluasi. Kami sedang menilai smelter mana yang perlu dioptimalkan, misalnya untuk produksi bahan baku baterai kendaraan listrik. Kami juga mempertimbangkan untuk mengoptimalkan produk-produk lainnya." Mengenai PT GNI, Tri menjelaskan bahwa smelter tersebut telah memperoleh izin usaha industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian. Hal ini disebabkan karena perizinan smelter yang berdiri sendiri, atau pabrik pengolahan mineral yang tidak terintegrasi dengan tambang atau pemegang izin usaha pertambangan (IUP), merupakan kewenangan Kementerian Perindustrian. Kewenangan telah dibagi dengan jelas. Untuk pasokan yang berkaitan dengan bahan baku industri selanjutnya, hal ini menjadi tanggung jawab Ditjen Minerba. Sedangkan untuk pasokan setelahnya, itu menjadi urusan Kementerian Perindustrian, termasuk Izin Usaha Industri (IUI), jelas Tri. Smelter PT GNI memiliki kapasitas pengolahan sekitar 1,9 juta ton bijih nikel setiap tahunnya, dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai US$3 miliar. Sejak awal tahun, pabrik tersebut dilaporkan telah menghentikan sebagian besar dari lebih dari 20 lini produksinya. Berbagai sumber dari Bloomberg menginformasikan bahwa PT GNI telah menunda pembayaran kepada pemasok, sehingga tidak dapat memperoleh bijih nikel untuk diolah di smelternya. Jika kondisi ini berlanjut, menurut sumber-sumber tersebut, perusahaan kemungkinan besar akan segera menghentikan produksinya. Selain tertekan oleh penurunan harga nikel yang terus berlanjut, bisnis PT GNI juga dilaporkan terpengaruh oleh masalah keuangan induk usahanya di China, Jiangsu Delong Nickel Industry Co, yang mengalami gagal bayar utang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya pernah mempertimbangkan untuk memberlakukan moratorium terhadap investasi smelter RKEF yang baru. Di Indonesia, terdapat total 190 proyek smelter nikel, yang terdiri dari 54 smelter yang telah beroperasi, 120 smelter yang sedang dalam tahap konstruksi, dan 16 smelter yang masih dalam tahap perencanaan. Dari keseluruhan 190 smelter tersebut, hanya 8 atau 9 yang menggunakan teknologi hidrometalurgi atau high pressure acid leaching (HPAL) untuk mengolah limonit menjadi bahan baku baterai, sementara sisanya menggunakan teknologi RKEF. “Dari 190 smelter itu, 54 sudah beroperasi, 120 dalam proses konstruksi, dan 16 masih dalam perencanaan, berdasarkan data dari BKPM,” jelas Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, saat ditemui di Jakarta Barat pada akhir Oktober tahun lalu.
404
Kasus Tambang Raja Ampat Harus Diselidiki Secara Menyeluruh
Gibran: Perkembangan Bangsa Tidak Lagi Bergantung Pada Pemilik Tambang!