Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa saat ini proyek hilirisasi batu bara, khususnya yang dijalankan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) belum berjalan lancar. Bahkan, hingga kini belum menemukan mitra baru untuk menjalankan proyek tersebut.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengungkapkan, proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) Adaro saat ini belum menunjukkan progres signifikan.
"Adaro DME-nya berhenti kan, mereka setahu saya masih cari partner baru ya. Belum ada tanda-tanda lagi. Kalau gak salah ada perubahan atau apa gitu belum tahu. Tapi yang DME-nya belum dapat partner baru," jelas Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Sebelumnya, Adaro pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa perusahaan akan mengembangkan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME atau gasifikasi batu bara sebagai sumber daya energi pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Head of Corporate Communication Adaro, Febriati Nadira, menjelaskan bahwa Adaro sedang melakukan studi dan evaluasi terhadap berbagai proyek peningkatan nilai dan green business sesuai dengan arahan pemerintah. Nadira menegaskan bahwa hilirisasi merupakan bagian dari kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Meskipun demikian, Nadira tidak memberikan informasi mengenai jadwal pasti pelaksanaan proyek tersebut, hanya menyebutkan bahwa pihaknya masih dalam tahap studi dan evaluasi proyek tersebut. Adaro telah diberi mandat untuk melaksanakan proyek hilirisasi batu bara, terutama setelah perpanjangan kontrak pertambangan batu bara dari PKP2B menjadi IUPK pada tahun 2022.
Selain Adaro, terdapat 10 perusahaan tambang batu bara lainnya yang juga memiliki kewajiban yang sama karena telah diberikan perpanjangan operasional tambang menjadi IUPK.
Beberapa perusahaan batu bara kelas atas lainnya yang juga diwajibkan untuk melakukan hilirisasi batu bara adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak perusahaannya, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. Selain itu, PT Kideco Jaya Agung, yang merupakan anak perusahaan dari PT Indika Energy Tbk (INDY), juga harus melaksanakan hal yang sama. Bahkan, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga sedang mengerjakan proyek serupa.