Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Ternyata, Impor Bijih Nikel Dari Negara Tetangga 'Meningkat Drastis'!

Selasa, 09 Jul 2024

Indonesia telah memberlakukan larangan ekspor bijih nikel sejak tahun 2020 untuk mendukung program hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri. Dengan kebijakan ini, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dengan mengolah dan memurnikan bijih nikel sebelum diekspor ke luar negeri.

Meskipun pemerintah telah mengamankan pasokan bijih nikel di dalam negeri melalui larangan ekspor, namun ternyata masih terdapat impor bijih nikel dari Filipina. PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), pengelola smelter nikel di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, mengakui bahwa mereka terpaksa mengimpor bijih nikel hingga 51.000 ton dari Filipina.

Hal ini disebabkan oleh banyak perusahaan tambang dalam negeri yang belum mendapatkan persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM sehingga tidak dapat menjual bijih nikel mereka.

Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI, Muhammad Ardhi Soemargo, menjelaskan bahwa keputusan impor dilakukan untuk memastikan agar smelter milik perusahaan yang berada di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dapat tetap beroperasi. Perusahaan memerlukan pasokan bijih nikel untuk diolah di proyek smelternya dan terdapat 1.400 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada smelter tersebut. Volume impor bijih nikel dari Filipina tercatat mencapai 51 ribu ton. Sebelumnya, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus juga sempat membicarakan perihal adanya perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina.

Alex mengakui bahwa Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel terbesar di dunia. Total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dengan total cadangan bijih nikel mencapai 5 miliar ton. Namun, stok bijih nikel dengan kadar 1,7% untuk smelter sudah semakin sedikit. Smelter nikel di dalam negeri juga harus memastikan kelangsungan operasinya. Menurut Alex, impor bijih nikel dilakukan untuk memenuhi spesifikasi khusus karena suplai bijih nikel kadar tinggi di dalam negeri semakin berkurang. Smelter yang beroperasi membutuhkan lebih dari 200 juta metrik ton nikel high grade per tahun.

Impor bijih nikel semakin meningkat pesat

Menurut data Statistik Perdagangan Luar Negeri Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia telah mengimpor bijih nikel sejak tahun 2020 hingga April 2024 meskipun memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data BPS, impor bijih nikel dan konsentrat mengalami kenaikan yang signifikan selama periode tersebut. Pada tahun 2020, berat bersih bijih nikel dan konsentrat yang diimpor mencapai 886 kilogram dengan nilai CIF sebesar US$ 23.361. Namun, pada tahun 2022, impor bijih nikel naik menjadi 22,5 juta kilogram dengan nilai CIF mencapai US$ 2,32 juta. Pada periode Januari-April 2024, jumlah impor bijih nikel mencapai 507,7 juta kilogram atau 507,7 ribu ton.



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.