Banjir Yang Melanda Kawasan Industri Nikel Weda Disebabkan Oleh Aktivitas Tambang, Menurut Walhi

Kamis, 25 Juli 2024

    Bagikan:
Penulis: Samuel Irvanda
(Foto : Walhi)

Banjir besar telah menyebabkan sejumlah desa di Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara tenggelam pada Minggu (21/7/2024) dini hari. Banjir yang disebabkan oleh luapan Sungai Kobe ini terus berlanjut hingga Selasa (23/7/2024). Beberapa ruas jalan di sekitar kawasan industri PT IWIP dan di Sagea - Gemaf, khususnya di Jembatan Air Gemaf, masih terendam banjir. Desa Lukolamo bahkan tergenang air hingga ketinggian 2 meter, menjadikan desa ini sebagai yang paling terdampak.

Menurut beberapa warga, banjir yang melanda Lelilef, Lukolamo, Trans Kobe, Gemaf, Sagea, hingga Waleh di Weda Utara disebabkan oleh aktivitas tambang.

"Masa lalu di Lukolamo sering terjadi banjir, tetapi warna airnya berbeda dengan sekarang," ujar M. Ridwan, seorang warga Lukolamo yang dihubungi pada Selasa (23/7/2024). Dia menyatakan bahwa air banjir saat ini berwarna coklat pekat karena mengandung sedimen dari aktivitas tambang.

Manager Advokasi dan Kampanye dari Walhi Maluku Utara, Mubaliq Tomagola, melaporkan dari lapangan pada Selasa (23/7/2024) malam bahwa intensitas hujan masih sangat tinggi, terutama di daerah hulu Sungai Kobe, Sungai Akejira, Sungai Wosia, Sungai Meno, Sungai Yonelo, dan Sungai Sagea, serta daerah aliran sungai lainnya. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan terjadinya luapan air dan banjir susulan yang lebih besar, yang dapat menggenangi desa-desa lain seperti Desa Lelilef Sawai, Desa Gemaaf, Desa Wale, dan Desa Sagea.

Upaya evakuasi terus dilakukan oleh BNPBD Kabupaten Halmahera Tengah, TNI, dan Polres Halmahera Tengah dengan menggunakan alat berat dan menempatkan warga di posko-posko yang tersedia di sekitar desa yang tidak terkena dampak banjir.

Bencana banjir telah memutuskan akses utama jalan penghubung antar desa yang saat ini terdampak banjir dan juga membuat Desa Woekob dan Woejerana yang berada 12 km dari wilayah pesisir.

Berdasarkan data peta overlay kawasan terjadinya bencana banjir di Kecamatan Weda Tengah dan Weda Utara, Walhi Maluku Utara menyimpulkan bahwa bencana banjir terjadi disebabkan masifnya pemberian izin konsesi pertambangan nikel oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, dan pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal ini yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di Halmahera tengah.

Analisis Walhi Maluku Utara menunjukkan bahwa hutan primer di Halmahera Tengah telah mengalami deforestasi yang signifikan karena aktivitas pertambangan nikel. Pembukaan lahan untuk pertambangan nikel oleh perusahaan yang beroperasi telah menyebabkan hilangnya kawasan buffer zone, yang pada gilirannya meningkatkan risiko banjir di wilayah pesisir. Selain itu, jumlah izin pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Tengah juga menunjukkan dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Direktur Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela, juga menyoroti kurangnya keseriusan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara dalam menangani bencana banjir yang terjadi di wilayah tersebut. Kurangnya data pasti terkait jumlah warga yang terkena dampak bencana banjir juga dapat menyebabkan kendala dalam penanganan korban bencana.

Desakan dari WALHI Maluku Utara kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara serta Negara ini didasarkan pada situasi dan kondisi bencana ekologis di empat desa di Kecamatan Weda Tengah yang berpotensi meluas ke empat desa di Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah.

Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah diharapkan segera menetapkan status darurat bencana di wilayah tersebut dan menambah personil serta posko tanggap darurat di lokasi terdampak banjir. Evakuasi warga yang terisolasi di desa Woejerana, Woekob, Kulo Jaya, dan Kobe Kulo, terutama lansia, perempuan, dan anak-anak, juga harus segera dilakukan.

WALHI juga menekankan agar Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan aktivitas investasi pertambangan nikel yang masih berlangsung saat banjir terjadi, karena hal tersebut melanggar prinsip kemanusiaan dan tidak menghargai hak asasi manusia pekerja dan warga yang mengalami kerugian moril dan materiil akibat bencana banjir.

Pemerintah Pusat juga diminta untuk mendesak perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah terdampak banjir memberikan dukungan materiil secara menyeluruh untuk menangani korban bencana banjir, terutama dalam evakuasi korban di desa yang sulit diakses. Bantuan pelayanan kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya yang mendesak dan sangat dibutuhkan juga harus segera diberikan di setiap desa.

KLHK diminta segera membentuk tim investigasi untuk menelusuri banjir yang diduga disebabkan oleh jebolnya tanggul milik PT. Tekindo Energi dan PT. IWIP. Perusahaan tambang yang terbukti melakukan pengabaian dalam pengelolaan lingkungan hidup harus ditindak tegas agar tidak menyebabkan bencana banjir.

Pemerintah Pusat juga diminta segera memberlakukan moratorium industri pertambangan nikel di Maluku Utara, terutama yang termasuk dalam kebijakan proyek strategis nasional (PSN), karena telah menyebabkan bencana ekologi dan merampas ruang hidup masyarakat di Maluku Utara.

Terakhir, Walhi mengajak warga Maluku Utara untuk bersatu dalam menghadapi bencana ekologis di Halmahera Tengah saat ini. Warga yang menjadi korban banjir diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi banjir susulan akibat intensitas hujan yang tinggi.

(Samuel Irvanda)

Baca Juga: Bahlil Perketat Tata Kelola Tambang Untuk Cegah Dampak Lingkungan
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.