Hanif Faisol Nurofiq Tegaskan Audit Lingkungan Jadi Basis Hukum Setop Tambang & Sawit di DAS Sumut

Kamis, 11 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Samuel Irvanda
Audit lingkungan lapangan oleh KLHK mengungkap aktivitas tambang emas dan perkebunan sawit, termasuk milik BUMN, di hulu DAS Sumut memperparah dampak banjir bandang. Temuan ini menjadi dasar hukum untuk menghentikan operasi dan menuntut pertanggungjawaban perusahaan. (Dok. CNBC)

Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa langkah penghentian operasi tambang dan perkebunan sawit di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Utara didasarkan pada hasil audit lingkungan yang komprehensif. Audit ini dilaksanakan sebagai respon langsung terhadap bencana banjir bandang besar yang dipicu oleh siklon tropis Senyar, yang menghantam lima DAS dan Sub DAS di kawasan Bukit Barisan, Sumatera Utara. Bencana tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian materiil yang masif tetapi juga korban jiwa, sehingga menuntut penelusuran akar masalah dan pertanggungjawaban.

Hasil audit sementara yang dilakukan oleh tim Kementerian LHK menemukan fakta krusial di lapangan. Di wilayah hulu sungai yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air, justru marak aktivitas pertanian lahan kering, perkebunan, dan tambang emas. Bahkan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan keberadaan perkebunan sawit milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turut tercatat dalam audit. Berbagai aktivitas ini dinilai secara signifikan memperparah dampak ketika curah hujan ekstrem di atas 350 milimeter melanda, karena mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap dan menahan aliran air.

Menteri Hanif secara khusus menyoroti perubahan tutupan lahan di daerah hulu. Luas hutan yang berkurang drastis akibat alih fungsi lahan telah mengubah karakteristik DAS. Kawasan yang seharusnya memiliki vegetasi padat untuk menahan erosi dan memperlambat aliran permukaan, kini berubah menjadi lahan terbuka yang rentan. Saat hujan deras tiba, air tidak lagi diintersepsi dan diinfiltrasikan oleh akar pohon, melainkan langsung menjadi aliran permukaan yang deras dan membawa material tanah ke hilir, memicu banjir bandang dan kerusakan yang luas.

Berdasarkan temuan audit itu, KLHK mengambil langkah tegas dengan mereview ulang seluruh dokumen perizinan dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) di wilayah DAS Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk menganalisis kontribusi masing-masing perusahaan, baik swasta maupun BUMN, terhadap peningkatan kerentanan bencana. Proses review ini bukan sekadar administratif, melainkan akan menjadi dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban penuh dari para pelaku usaha.

Pertanggungjawaban yang dimaksud mencakup tiga aspek utama: biaya pemulihan lingkungan yang rusak, pembayaran denda administratif atas pelanggaran yang dilakukan, hingga penuntutan pidana terkait korban jiwa yang jatuh akibat bencana. Langkah ini menandai pergeseran pendekatan dari sekadar penanganan darurat bencana menjadi penegakan hukum lingkungan yang lebih serius dan menyentuh akar persoalan.

Ke depan, KLHK bersama kementerian/lembaga terkait dan Pemerintah Daerah akan menjalankan program rehabilitasi ekosistem DAS secara menyeluruh. Program ini tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik lahan dengan penanaman kembali, tetapi juga melibatkan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan bawah tebing. Partisipasi masyarakat dalam program konservasi dan kewaspadaan bencana dianggap kunci untuk membangun ketahanan jangka panjang.

Selain rehabilitasi, akan dilakukan perbaikan mendasar terhadap tata ruang wilayah DAS. Salah satu kebijakan radikal yang diusung adalah pelarangan aktivitas pertanian lahan kering di wilayah hulu sungai. Kawasan ini harus dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung dan resapan air. Kebijakan tata ruang yang lebih ketat dan sesuai dengan daya dukung lingkungan diharapkan dapat meminimalisasi dampak bencana serupa di masa depan.

Audit lingkungan serupa saat ini masih berlangsung di dua provinsi lain yang juga terdampak parah, yaitu Sumatera Barat dan Aceh. Menteri Hanif berharap, dari rangkaian audit ini akan diperoleh peta persoalan lingkungan yang lengkap dan solusi terpadu untuk seluruh pulau Sumatera. Langkah proaktif dan berbasis data ini diyakini dapat mengubah paradigma pembangunan dari yang mengeksploitasi menjadi yang memulihkan dan menjaga keseimbangan alam.

(Samuel Irvanda)

Baca Juga: Gencarkan Hilirisasi, RI Proyeksikan 170 Unit Smelter Nikel Untuk Dongkrak Nilai Ekspor
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.