ANTARA/HO-RHA

Saat Pendidikan Pariwisata Diberikan Secara Gratis Kepada Masyarakat Rote Ndao

Selasa, 06 Mei 2025

Di sudut tenggara Indonesia, khususnya di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, perkembangan pariwisata tidak hanya sekadar angka statistik, tetapi telah berkembang menjadi semangat kolektif untuk membangun masa depan. Kawasan ini memiliki Pantai Oeselli yang masih alami hingga deretan eksotis Pantai Mulut Seribu, menjadikannya kaya akan keindahan yang selalu dipuji. Dalam waktu hanya tiga tahun, Rote Ndao mengalami peningkatan yang luar biasa dalam jumlah wisatawan mancanegara, dari 96 orang pada tahun 2020 menjadi 6.080 orang pada tahun 2023. Begitu pula, wisatawan domestik meningkat dari 3.510 menjadi 10.135 orang. Lonjakan lebih dari 60 kali lipat untuk wisatawan mancanegara ini menunjukkan bahwa Rote sedang menjadi destinasi baru yang menarik dalam peta pariwisata Indonesia. Namun, pertumbuhan pariwisata tidak hanya berkaitan dengan angka dan keindahan alam. Di balik setiap keberhasilan sektor ini, terdapat kebutuhan mendesak akan sumber daya manusia yang terampil, profesional, dan memahami filosofi pelayanan. Oleh karena itu, keberadaan lembaga pendidikan formal yang dapat mempersiapkan masyarakat di daerah ini untuk memberikan layanan pariwisata yang berkualitas tinggi sangatlah penting. Sebuah akademi yang menawarkan kesempatan belajar pariwisata secara gratis adalah inisiatif yang patut mendapatkan apresiasi.

Akademi Perhotelan Rote (RHA) kini menjadi topik hangat di kalangan masyarakat Rote Ndao karena kehadirannya yang menawarkan bekal yang sangat berharga. Institusi ini bukan hanya sekadar lembaga pendidikan, melainkan juga sebuah gerakan pemberdayaan yang menyentuh inti masyarakat lokal. RHA memberikan pendidikan pariwisata secara gratis kepada pemuda-pemudi Rote sebagai langkah visioner yang membuka jalan bagi transformasi ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang komprehensif, akademi ini melatih generasi muda tidak hanya dalam aspek teknis industri perhotelan dan pariwisata, tetapi juga dalam pembangunan karakter, etika kerja, penguasaan bahasa Inggris, serta pemahaman mendalam tentang kekayaan alam dan budaya setempat. Para peserta didik diarahkan untuk menjadi pemandu yang tidak hanya ramah, tetapi juga mampu menyampaikan pengetahuan tentang flora, fauna, dan cerita lokal kepada wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Ini bukan sekadar tentang menjamu, tetapi juga tentang merepresentasikan identitas daerah mereka dengan kebanggaan dan percaya diri. Nora Bawazier, Direktur Program sekaligus pendidik di akademi ini, menjadi sosok kunci dalam mendorong semangat belajar dan berbagi. Ia mengungkapkan rasa syukurnya atas manfaat nyata dari program pelatihan ini bagi anak-anak muda lokal. “Tentu saya senang, manfaat pelatihan dapat dirasakan oleh putra-putri lokal yang telah dilatih, sehingga mereka bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di bidang pariwisata,” ujarnya. Namun, Nora tidak hanya fokus pada pencapaian individu. Ia membayangkan dampak berantai dari pendidikan ini. “Lebih luar biasa lagi jika apa yang dipelajari di sini dapat dibagikan kepada kakak, adik, dan orang lain di rumah maupun tetangga agar semakin banyak yang bisa ikut belajar dan lebih maju,” katanya. Pernyataan ini mencerminkan satu nilai penting bahwa pendidikan adalah alat untuk transformasi sosial.

Kesempatan untuk belajar pariwisata secara gratis menunjukkan bahwa pendidikan vokasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mencari pekerjaan, tetapi juga sebagai cara untuk memperkuat hubungan sosial dan membangun budaya belajar di dalam komunitas. Ketika peserta didik berbagi pengetahuan dengan lingkungan sekitarnya, mereka tidak hanya berperan sebagai agen ekonomi, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial. Festival Rote Malole, yang diadakan oleh Pemerintah Daerah Rote Ndao bersama Kementerian Pariwisata setiap tahun, menjadi momen penting bagi wadah belajar gratis ini. Tahun ini, festival tersebut akan berlangsung pada 13-14 Agustus 2025. Festival ini tidak hanya berfungsi sebagai platform promosi pariwisata, tetapi juga mencerminkan kesiapan masyarakat lokal dalam menyambut wisatawan dengan keramahan, budaya, dan keterampilan yang memadai. Inisiatif semacam ini akan semakin berarti jika didukung oleh sumber daya manusia yang terlatih dan menyadari nilai jual daerah mereka sendiri. Upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk menyediakan pendidikan gratis sejatinya tidak hanya bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda menjadi pekerja hotel atau pemandu wisata. Mereka sedang dipersiapkan untuk menjadi pelaku ekonomi yang handal, yang mampu menganalisis arah pasar, memahami dinamika wisatawan global, dan memberikan respons yang sesuai dengan standar internasional. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam waktu dekat, para lulusan akademi ini diproyeksikan tidak hanya akan bekerja di Indonesia, tetapi juga mampu bersaing di tingkat regional Asia Tenggara. Lebih dari itu, langkah kecil ini diharapkan dapat membawa harapan baru bahwa pengembangan sektor pariwisata tidak harus bergantung pada investasi besar dari luar. Dengan memberdayakan masyarakat lokal, mempercayai kemampuan pemuda-pemudi setempat, dan memberikan akses pendidikan yang inklusif, kemajuan dapat tumbuh dari dalam. Inilah wujud kedaulatan pembangunan yang sejati, di mana masyarakat bukan hanya objek, tetapi subjek utama dari perubahan.



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.